PELAJAR DALAM MERAWAT KEBHINEKAAN
Sumber Gambar Kalbarupdates.com
Bhineka Tunggal Ika merupakan sebuah kutipan dari karangan jawa kuno (red : kitab Sutasoma) karya Mpu Tantular yang telah disepakati bersama sebagai semboyan bijak bangsa Indonesia. Frase tersebut seolah-olah menyimpan pesan penting: “Hendaklah menjaga kerukunan dan merawat kebhinekaan demi mencapai tujuan persatuan dan kesatuan !” bagi kita sebagai pelajar dan generasi muda penjaga tanah pertiwi.
Persatuan dalam keberagaman bisa terjalin dengan harmonis apabila adanya rasa saling memahami akan perbedaan yang telah menjadi keniscayaan atau sunatullah sehingga dengan begitu terciptalah kerukunan. Pada tahun 1960, KH. Idam khalid seorang ulama sekaligus negarawan mencetuskan tiga poin penting yang menjadi pedoman hidup rukun dalam menghadapi heterogensi masyarakat, khususnya masyarakat Indonesia yang majemuk. Tiga poin ini dikenal sebagai trilogi perjuangan yang berisikan amanat untuk menumbuhkan kesadaran, yaitu:
1. Sadar akan prinsip kita sendiri.
2. Sadar akan prinsip orang lain
3. Sadar akan situasi dan kondisi
Sikap sadar akan diri sendiri mampu melahirkan sikap konsisten dan kuat terhadadap apa yang menjadi keyakinan diri sehingga tidak mudah digoyahkan orang lain yang bersebrangan. Sadar akan prinsip orang lain akan melahirkan sikap toleransi dan bijak menghadapi kenyataan dunia yang selalu penuh dengan pro dan kontra, keseragaman agaknya akan sangat sulit bahkan mustahil untuk diwujudkan namun keberagaman yang dibingkai sikap toleransi akan menciptakan kedamaian, saling menghargai dan hidup dalam kerukunan. Sikap sadar akan kondisi dan situasi akan melahirkan sikap kehati-hatian dalam bertindak, tidak gegabah dalam mengambil keputusan. Kiranya jika tiga poin ini dijadikan landasan bertindak setiap orang maka pemusuhan, ketidak harmonisan antarras, suku dan umat beragama akan segera hilang dan selalu terjaga bangsa Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika, berbeda namun tetap satu jua.
Disamping itu, jika persatuan dan kesatuan terealisasi oleh keberagaman dan keseragaman yang selaras maka tidak menutup kemungkinan negara lain akan menilai benar bahwa Indonesia merupakan negara maju dengan karakteristik toleransi yang tinggi. Hal ini otomatis akan menghilangkan bentuk dan tindakan intoleransi dalam segala aspek baik sosial, budaya, adat istiadat, bahasa maupun agama.
Salahsatu dampak negatif intoleransi dari segi agama adalah terjadinya perpecahan antar umat beragama atau lebih miris lagi perpecahan antar umat Islam yang disebabkan kurangnya sikap tenggan rasa dan saling menghormati. Kita seharusnya tidak membiarkan perang jamal dan siffin (perang persaudaraan) terulang kembali hanya gara-gara hal kecil. Umpamanya ada dua pihak beda ormas, pihak satu enggan menerima dakwah atau nasihat kebaikan pendakwah yang tidak satu organisasi dengannya. Sungguh hal demikian sikap yang tidak terpuji. Padahal selama masih mengingatkan kebaikan maka terimalah dengan lapang dada. Selama isi ceramahnya tidak mengandung unsur caci maki dan mudah menyalahkan pendapat pendakwah lain tanpa tahu dasarnya maka pahamilah dan ambil hal yang baik.
Sudah seharusnya kita warga Indonesia harus berperan aktif, kerja keras dan pantang menyerah menciptkan dan mempertahankan persatuan bangsa. Kontribusi nyata pelajar dalam membangun Indonesia lebih baik sangat dibutuhkan tanpa selalu mempermasalahkan kebhinekaan.
Oleh karena itu, kita sebagai pelajar putri Nahdlatul Ulama harus berusaha belajar merawat kebhinekaan baik di dunia nyata atau maya. Berikut ini beberapa cara nya:
1. Tidak ikut serta menyebarkan berita hoax yang tidak jelas sumbernya dan mengandung unsur diskriminasi satu pihak sehingga timbul perpecahan dan permusuhan.
2. Tabayyun dalam memfilterasi berita elektronik maupun non elektronik.
3. Tidak secara langsung menghakimi suatu permasalahan keberagaman yang ada di Indonesia.
4. Saling mengenal dan memahami keberagaman kemudian saling berbagi pengetahuan tentang keberagaman tersebut.
5. Berteman dengan siapa saja tanpa membeda-bedakan suku, budaya dan agama.
6. Berfikir luas dalam menghadapi keberagaman pemikiran far’un (cabang).
7. Berfanatik faham untuk mencegah fanatik buta
Demikian cara yang bisa kita lakukan. Mari terus tanamkan kesadaran pada diri kita sendiri akan pentingnya saling menghargai dan menghormati sesama manusia. Kita sama-sama manusia dan sama-sama warga negara Indonesia.
Tasikmalaya, 24 Oktober 2020/07 Robi'ul Awal 1442 H